Kamis, 13 Desember 2012

The Butterfly Effect: Menyempurnakan Ketidaksempurnaan

Ada yang pernah nonton film The Butterfly Effect? Ketika seorang pria--yang tampak begitu mencintai dan mau melakukan apa saja untuk orang-orang terdekatnya--mendapati hidupnya menjadi tak sempurna karena suatu kejadian di masa kini, lalu menemukan sebuah "alat" yang bisa membawanya ke masa lalu. Dalam pikirannya saat itu--dan mungkin dalam benak semua orang--kembali ke masa lalu adalah berarti memperbaiki segala kesalahan yang akan membuatnya menjadi baik-baik saja di masa sekarang.

Pada akhirnya, segala yang ia perbaiki ketika kembali di masa lalu memang menyelamatkannya dari kehilangan-kehilangan. Tanpa mungkin ia sadari, jika satu langkah yang diambil, apa pun itu, akan turut membenahi benang-benang takdir dan mengubah beberapa tatanan hidupnya. Semua langkah yang dilakukan untuk menghindari kehilangan, ternyata justru, hanya membawa ia menuju kehilangan-kehilangan lainnya.

Saya tiba-tiba ingat film ini, pagi-pagi ketika bangun tidur tadi. Semalam saya memang berbicara sedikit mengenai kemampuan memutar waktu. Entah, tiba-tiba saja terlintas dan membuat saya berpikir lagi mengenai waktu-waktu mana yang dulu pernah ingin saya ulangi.

Dulu saya pernah kehilangan seseorang, hanya karena alasan yang saya rasa sebenarnya masih bisa diperbaiki. Lalu saya berpikir. Mengira-ngira bagaimana jika pada saat itu saya mempunyai kemampuan untuk mengulang putaran waktu. Yang pasti, mungkin saya akan menghindari "lubang" yang membuat hubungan saya dengan dia berantakan. Lalu apa yang akan terjadi?

Kemungkinan terbesar adalah saya akan terus bersama dia. Iya, memang itu adalah hal yang dulu saya inginkan. Lantas, bagaimana dengan pertemuan-pertemuan saya dengan orang-orang setelah dia? Yang pada akhirnya membuat saya banyak belajar dan mencoba mengerti mengenai sesuatu hal? Lalu bagaimana dengan kebahagiaan-kebahagiaan yang sempat hadir setelah dia meninggalkan saya? Toh, pada akhirnya semua akan membawa kita pada sebuah jalan cerita yang berbeda-beda. Yang tak bisa dipisahkan adalah, akan selalu ada tawa, serta luka, yang mengiringi setiap cerita.

Belakangan saya ingin kembali ke masa lalu juga. Pada masa-masa sekitar saya umur lima belas tahun. Seharusnya saya sudah cukup matang. Atau jika pun belum, saya akan meminjam pola pikir saya sekarang untuk bisa dengan rutin melakukan pendekatan ke ayah. Ya, mungkin hubungan kami, pada akhirnya, tak akan menjadi seburuk ini. Bahwa memang seharusnya saya mendekati ketika ia selalu memilih untuk menjaraki. Bahwa ada seseorang yang mesti berbesar hati untuk mengalah ketika keduanya telah memiliki ego terlampau besar.

Apa yang membuat saya ingin kembali ke masa lalu? Mungkin sama seperti tokoh dalam film tersebut. Saya berusaha menghindari lubang yang menjebak saya dalam kehilangan. Kehilangan yang gelap, dalam, tanpa ada seorang pun yang bisa membuat saya keluar. Tapi tentu itu Cuma pikiran pendek yang akan saya tertawakan kemudian. Toh lubang-lubang kehilangan itu tak cuma satu. Dan jika pun saya dapat kembali ke masa lalu, bukan tak mungkin saya akan menemukan lubang lain yang lebih dalam. Lebih gelap. Dan malah membuat saya jadi lebih sulit keluar.

Apa yang membuat saya ingin kembali ke masa lalu? Mungkin karena pada dasarnya saya ingin menjadikan semuanya tampak sempurna. Lalu saya akan menertawakan kembali pikiran pendek mengenai kesempurnaan tersebut. Bahwa, bukankah setiap luka, sakit, dan kehilangan itu yang justru akan menguatkan?

Bahwa pada akhirnya, semua tulisan ini adalah versi panjang dari satu paragraf pendek dalam tulisan saya yang lainnya:

Pada saat seperti ini betapa ia ingin mempunyai kekuatan untuk mengulang putaran waktu. Agar kelak dirinya bisa memperbaiki apa-apa yang telah berlalu. Tapi tentu saja hal tersebut tak akan mungkin didapatkannya. Keinginan-keinginan itu semata adalah untuk membuat segalanya tampak sempurna. Sementara hidup, bukankah hanya bergerak dari satu ketidaksempurnaan, lantas menuju ketidaksempurnaan lainnya? Jika pada akhirnya hidup mencapai titik kesempurnaan, bukankah pada saat itu juga, ia dipastikan akan terhenti? Selesai.

1 komentar:

  1. sama gan, ane juga pengen banget bisa kyk si evan, banyak hal di masa lalu yang harusnya ane lakukan dan gak lakukan, tp penyesalan lah yg tersisa sekarang

    BalasHapus

 

enno's world Template by Ipietoon Cute Blog Design