Kau katakan dengan penuh semangat,bahwa engkau tak pernah bisa melupakan. Meski sejenak saja melepas jejaknya yang pernah hadir, kamu tahu aku ingin melupakannya, keluhmu kuat. Tapi aku tak pernah bisa. Ia melekat. Erat.
Melihat senandungmu, seperti menyaksikan matahari tiba-tiba redup. Bukankah memang semacam itu yang kita sebut dengan kenangan dan nostalgia? Ia senantiasa berputar-putar dan menari seolah ingin berbisik; aku pernah hadir dalam hidupmu dan takkan pernah pergi dari hadapanmu. Aku akan senantiasa menguntit dan mengikuti kemanapun engkau pergi dan ingin lari.
Bukankah, memang begitulah yang namanya kenangan? Nostalgia? Kita selalu teringat, sebuah nuansa-nuansa romantis yang tak terlupakan.Bukankah, dalam kenangan, kita memang hanya mengingat-ingat sesuatu yang cukup dramatis, dari keindahan dan ketidakindahan sejarah saat-saat bersamanya?
Sesungguhnya, bukankah itu yang membikin sebuah kenangan menjadi begitu elok dan anggun? Kita ternyata tak sedang mengingat-ingat tentang dirinya. Ternyata yang kita ingat-ingat adalah kesan-kesan saat bersamanya.
Kita bukan mencintainya, tapi sebatas mencintai kebersamaan dan onggokan kesan-kesan yang tercipta, terekam?
Kita telah terpaut oleh segala peristiwa saat-saat bersamanya. Kita terpaut untuk segera mengulanginya kembali, kita merasa senantiasa merindukannya kembali terulang.
Ada rasa ingin kembali ada disana, menginginkan kenangan itu benar-benar masih terjadi
dan belum pergi.
0 komentar:
Posting Komentar