Je je je jeng~ -ceritanya sound effect-
Dalam post ini kita akan membahaas?
Kenapa Saya Dulu Masuk IT
-lirik pembukaan- Entah kenapa, rasanya pembukaannya memberikan kesan anti-klimaks, tapi ya sudahlah yah. Apa artinya pembuka, yang penting kan isi… -ditampol- :P
Seperti kata Tukul, let’s back to laptop, let’s back to topic. Udah mulai OOT soalnya.
Kenapa Saya Masuk… -isikan dengan nama fakultas/jurusan/sekolah/universitas/tempat-. Pertanyaan standar yang banyak ditanyakan kepada orang-orang yang baru saja masuk ke -isikan dengan nama fakultas/jurusan/sekolah/universitas/tempat, yang bersangkutan-, correct? Pertanyaan yang kadang jawabannya mudah, dan kadang tidak. Karena, terkadang seseorang masuk -isikan dengan nama fakul… bla bla bla, udah lah ya, bosen- tanpa tahu sebelumnya, kenapa dia masuk situ.
Saya pernah bertanya ke beberapa teman -yang sama, masuk IT-, alasan kenapa mereka memilih untuk masuk IT. Jawaban yang paling sering keluar adalah :
“Karena saya suka komputer.”
…
Right, nikahilah komputer tersebut kalau begitu. Hidup bahagia dan punya banyak anak. Terbayang hidup dengan komputer? Wow, pasti indah. Semua serba otomatis. Lalu bayangkan kalau kalian punya anak nanti. Anak kalian akan berbentuk laptop, robot, iPad dsb. Beranaklah tiap tahun, niscaya keuangan anda akan terjamin (jualin anak-anaknya… -langsung digiring ke komisi perlindungan gadget anak-). Yang jadi masalah mungkin bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan nanti, karena yang bersangkutan hanya mengerti bahasa komputer.
Sangat tidak lucu jika untuk mengucapkan satu kalimat simpel, “I lop you” misalnya, anda harus melakukan :
#include <stdio.h>
void main()
{
printf(“I lop you~”);
}
Rumit. Mari kita akhiri pembahasan ini karena sekali lagi, ini sudah OOT. Jauh banget malah… (Corcol mode : on, bukannya saya gak menghargai alasan ini, cuma saking seringnya denger, gatel juga pingin bikin cerita) -dibakar-
Topiknya tadi apa? Ah, kenapa saya -sendiri- masuk IT. Kenapa? Well, sebenarnya waktu kecil, saya memiliki cita-cita yang lain.
“Nook.... mau jadi apa???”
“Jadi Dokteeeer, biar bisa nyembuhin temen-temen yang sakiiiit~”
(Oke, ini bukan iklan -diarak-)
Yup, dulu cita-cita saya jadi Dokter. Lebih spesifiknya : Dokter Ahli Bedah Saraf. Wow, betapa kerennya title itu. Tapiii, impian ini kandas di tengah jalan. Kenapa? Karena waktu -sempat- tes kesehatan, ternyata saya memiliki kanker. (Penjelasan tentang kanker : Kantong Kering)
Poof, hilanglah keinginan untuk jadi dokter. Galau, ababil~ Sempet juga sih,siapa yang gak? Ada? Bersyukurlah~
Orangtua sempat menyarankan untuk jadi Guru. Guru? Saya? Oh no no no… 5 Orang dari 7 Orang yang saya ajar loncat jurang karena gak bisa ngerti apa yang saya omongin. Memikirkan masa depan bangsa ini, kalau misal saya jadi guru (yang meningkatkan angka loncat jurang dikalangan siswa), saya pun mengurungkan niatan untuk jadi guru.
Pilihan selanjutnya? Yup, IT. Kebetulan, kakak saya memiliki gelar programmer, jadi saya berkenalan (cieee, sekalian PDKT) dengan dunia perkomputeran bisa dibilang dari umur yang lumayan dini (Ada foto saya-waktu umur 5 tahun- di depan sebuah komputer portabel, yup PORTABEL -diulang, biar dramatis-). Yah, belum bisa menggunakan pun kan bisa dibilang saya berkenalan sejak dini dengan beliau (baca : komputer) =3= -plak-
Singkat cerita, setelah impian jadi dokter kandas, saya beralih ke IT. Nah, setelah memutuskan mau masuk IT ini, muncul deh, ‘cabang-cabang’-nya. Game lah, Web lah, DSB… Tadinya sih si Ibu pesimis.
“Cewek kok ngambil Teknik, ntar kalau hamil gimana?”
Nah lo, apa hubungannya teknik dengan hamil? Apa kelamaan bekerja dengan mesin membuat saya jadi hamil? Ternyata setelah ditelusuri, maksud si Ibu itu gimana kalau saya nanti -setelah selesai mengenyam pendidikan, menikah, dan lain-lain- hamil, kalau bukan guru (yang notabene PNS), susah ngambil cutinya. Wah, saya sih asalnya gak kepikiran sampai situ. Lalu datanglah pertolongan dari langit -alah-.
“Buk'e, IT kan kerjanya pake komputer. Sekarang kan ada internet, mungkin kalau kondisi gak memungkinkan -kondisi hamil seperti yang diungkit tadi misalnya-, gak harus ngetem di kantor juga kali.”
Jawaban asbun, tapi kalau saya pikir sih masuk akal juga. Yah… Meski itu juga tergantung saya kerja dimana dan jabatan saya apa dan sistem di kantornya seperti apa da da yang lain-lain. Tapi udah lah yah, gak usah bikin si Ibuk nyadar ke arah itu juga. Bisa jadi panjang dan berliku kayak lirik lagu Dangdut soalnya.
Sempat juga konsultasi sama orang diluar keluarga sih… Guru saya (Guru TIK, oke, kurang fair juga nanya pendapat tentang IT ke Guru TIK…) bilang gini :
“Gini deh nok, sekarang, perusahaan mana yang gak butuh komputer atau sistemnya?”
Pertanyaan sulit. Sekarang pergi ke mini market pun, urusan kasir sudah diurus komputer.
“Nah, luas kan jangkauan IT~” Ujarnya lagi. Saya menganggukkan kepala takzim.
Memang iya, kalau mempertimbangkan lagi apa kata Guru saya itu (ajaib loh, kadang beliau bijak, kadang beliau tidak bisa dibedakan dari jin Ifrit -dibakar-). Dengan masuk IT, saya bisa merambah ke bidang manapun yang ada. IT bisa dibilang ilmu mayor yang… Kayak bunglon kalau bahasa stressnya, kalau bahasa kerennya mungkin cangkupannya luas. Jadi IT tidak hanya melulu komputer. IT bisa merambah ke banyak bidang mulai dari manajemen, keuangan, kesehatan, dan lain-lain.
Hal di atas semakin menguatkan pilihan saya untuk menginjakan kaki (Alaaah, bahasanya cui…) ke bidang satu ini.
Singkat cerita, disinilah saya sekarang. Di Dunia IT, yang tanpa batasan dan luas~
0 komentar:
Posting Komentar